Blessing to my Ears : My Audiophile Story (pt.1)

Geri
5 min readApr 30, 2023

--

An audiophile is a person who is enthusiastic about high-fidelity sound reproduction. An audiophile seeks to reproduce the sound of a piece of recorded music or a live musical performance, typically inside closed headphones, In-ear monitors, open headphones in a quiet listening space, or a room with good acoustics.

Begitulah kata wikipedia. Istilah ini gw pribadi baru mengetahuinya ketika gw kelas 1 SMA, saat di mana gw membeli earphone dengan uang sendiri di platform belanja online pertama kali. Nama produk nya? ASUS Zen Ear!

ASUS Zen Ear (bukan dokumentasi pribadi)

Gw membeli earphone ini di harga 120 ribu-an, alasan gw membeli earphone ini adalah karena di youtube banyak sekali rekomendasi yang mengatakan bahwa produk ini merupakan “low-cost best buy for audiophiles”, bingung kan tuh, sebelum membeli ini, gw bukan orang yang terbiasa menggunakan earphone untuk mendengar suara dari device elektronik, entah itu musik, video, radio, ataupun media lainnya. Dan yang lebih herannya, “emang earphone itu suaranya beda-beda ya?” tanya gw pada diri sendiri yang biasa punya earphone itu dari bonusan beli produk, biasanya hape sih (sekarang jarang yah ada hape yang di dalam packagingnya ada earphone). Berkat hasutan dari video youtube itu, gw akhirnya membeli, menikmati, dan menganalisis apa bedanya dibanding earphone yang udah-udah.

SMA kelas 1, berarti akhir tahun 2015, saat itu lagu pop yang ngetren tuh yang dikasih EDM-EDMan ato kita sebut selanjutnya dance pop, artis/composer nya yang hits banget pada jamannya tuh Avicii, Martin Garrix, Marshmello, The Chainsmokers, Alan Walker, terus dilanjut lagi vokalis yang trending di pop late 2000s-early 2010s juga ngikut masuk ke dance pop ini, macem Justin Bieber, Selena Gomez, Rihanna, dan lain-lain. Intermezzo nya asik juga ya wokwokwow, masih inget gw jaman SMA kan ada speaker interkom gitu kan dipasang tiap kelas, kalo jam kosong pasti ada aja yang muter lagu-lagu kekinian ini.

Kembali ke Zen Ear, yang bisa gw bedain earphone ini dengan beberapa earphone bonusan yang gw punya adalah — ketika diputar lagu-lagu yang gw sempet mention di atas. Zen Ear punya bass yang lebih nendang, didukung dengan lagu-lagu yang melodinya diapit terus ama jedag jedug yang ramai, Zen Ear ini bikin gw jadi selalu bawa earphone ini kemanapun untuk denger lagu. Iya ampe gw pernah sempet ada hearing loss sekitar sebulan AHAHAHAH.

Next buy, di akhir tahun 2017, waktu itu udah tahun terakhir di SMA, mulai berseliweran yang namanya chi-fi IEM, atau Chinese Hi-Fi In-Ear Monitor. Cari sendiri aja yah istilahnya maksudnya apa. Tapi kata “IEM” ini lumayan istilah yang gw baru tahu saat itu, sekali lagi istilah detailnya cari sendiri. Simply defined, IEM itu earphone yang di tune secara khusus oleh audio engineers (kadang juga musisi dan audiophile) supaya mendapatkan listening experience yang diinginkan dan (katanya) mencegah hearing loss berkat tuning nya yang “aman bagi telinga”, klaimnya.

Karakteristik paling umum pada IEM ini adalah, kabelnya dikait ke atas telinga yang biasanya earphone konvensional kabelnya ngegantung tepat di bawah driver earphonenya, kemudian nozzle yang menghubungkan driver ke telinga nya agak panjang, dan biasanya dicolok eartips (kadang berbahan silikon, kadang foam), sebenarnya eartips juga umum di earphone konvensional sih, inti nya begitu.

Ada satu brand yang masyhur pada saat itu, terkenal karena “sering dipakai audiophile”, “harga bersahabat”, dan “bass nya enak” (yang ketiga lucu sih karena dulu yang gw pahamin adalah…

earphone dengan bass yang gede = earphone bagus

Spoiler alert : ini salah besar, tapi kita lanjut dulu cerita nya.

Nama merk nya KZ, kepanjangannya Knowledge Zenith, dulu gw beli yang ZST, sebenernya SKU nya ada banyak si KZ KZ ini, harganya juga mirip, cukup bikin gw heran kenapa earphone dari satu brand harus macem-macem begini variannya. Pada saat itu gw milih ZST karena bukan yang murah-murah amat dan gak mahal-mahal amat, dan warna nya lucu.

Lucu kan???

Sebelum membeli suatu barang elektronik, gw membiasakan diri untuk nyari reviewnya, ketika review dari IEM ini berseliweran, banyak sekali term dalam suatu earphone yang asing di telinga gw, contoh : tonalitas, teknikalitas, separasi, soundstage, dll. Ternyata ketika ngebahas IEM, banyak banget aspek yang membedakan earphone itu akan lebih bagus dibandingkan yang lain atau lebih gak bagus, dan ternyata,

earphone dengan bass yang gede ≠ earphone bagus

earphone dgn bass, vokal, dan treble yang cukup = earphone bagus

Mungkin, mungkin ya, karena dulu gw menggunakan ASUS Zen Ear ini untuk lagu-lagu EDM, makanya experience yang didapat tentang bass gede di dalam earphone itu bikin gw nganggep bahwa bass adalah segalanya, padahal vokal dan treble perlu juga diperhatiin supaya lagu yang kita denger itu “informasi” nya ada semua dan meningkatkan experience mendengarkan lagu. Meskipun, meskipun ya, KZ ZST ini juga yang jadi nilai jual ya bass bass nya juga ahahahahah.

Ketika barangnya sampe, gw coba ZST ini, saat itu gw coba bandingin sama Zen Ear kotor nan lusuh akibat sering ada di dalam kantong celana siswa SMA yang mainnya sembarangan ini. Saat itu, yang jadi impresi pertama adalah, lagu yang didenger dari ZST punya lebih banyak detail dibanding Zen Ear, jedag jedug bass nya gak segede Zen Ear, tapi intensitasnya lebih diterima, dan malah bikin gw lebih enjoy, oh iya lagu yang masih gw denger saat itu juga masih kebanyakan Dance Pop. Gw saat itu berpikir bahwa KZ ini brand earphone nya para expert yang murah, di tune dengan baik, dan juga menganggap bahwa “oh paling earphone yang lebih mahal dan mewah seperti beats, marshall, sennheiser, dan brand audio mewah lainnya palingan punya spek yang gak beda jauh sama KZ”. spoiler alert, yang bener dari pemikiran di atas yang bener cuma murah nya aja. Dan… dari brand audio mahal yang disebutkan di atas ternyata mereka bukan — belum tentu yang terbaik, akan ada brand brand yang nanti bakal disebutin, asing tentunya, tapi ternyata lebih bagus.

Beberapa tahun kemudian, gw kuliah, karena kegiatan kuliah yang keadaannya gak selalu bikin gw stay di kursi dan meja, gw agak lebih jarang menikmati lagu dari earphone, lebih mengandalkan speaker bluetooth kosan temen, speaker mobil buat carpool, atau humming dari speaker-speaker dari tempat yang gw kunjungi.

Saat itu, ternyata brand KZ ini udah dipakai oleh lebih banyak orang, karena harga nya yang murah, bass nya yang jedag jedug, dan bikin gak khwatir kalo ilang karena, “yaelah 100-ribuan doang”, no worries intinya.

Sampai, tiba-tiba ada konten youtube mengatakan bahwa “KZ itu scam, berikut produk-produk audio yang tidak diketahui banyak orang namun diakui para audiophile”, penasaran dong apa isinya.

Penasaran juga dong kelanjutan kisah perjalanan telinga Geri ini? (enggak juga sih nyet). Nantikan part 2, karena bagian seru nya lebih ada di part 2.

Unlisted

--

--

Geri
Geri

Written by Geri

0 Followers

Everything in this system is personalized

No responses yet